Nanga Mbaur Kolaboratif; Meretas Kebencian Menuju Pesaudaraan & Persatuan❗
Oleh Sulatin
Menyongsong Nanga Mbaur dimasa yang akan datang kita perlu membangun rasa persaudaraan dan persatuan. Konsep kolaboratif sebagai satu-satunya jalan untuk mewujudkannya. Selama ini kita semua menyadari bahwa pilkades menjadi perwujudan politik kebencian dan arena untuk mempertahankan ego kelompok dengan menghalalkan segala cara (paling banter; politik uang & fitnah). Alih-alih, pilkades menjadi ajang konsolidasi bersama dalam menentukan arah pembangunan Nanga Mbaur kedepan.
Menyadari ada politik kebencian disetiap perhelatan demokrasi semacam itu membuat kita harus berani keluar dari perspektif sempit untuk melihat prospek Nanga Mbaur kedepan. Pembelahan sosial, keakraban bermasyarakat yang telah dingin dan jarang adalah contoh buruk yang ditinggalkan dari proses pilkades yang sarat dengan politik kebencian dan hanya bertujuan untuk memperoleh kekuasaan semata.
Tulisan ini bermaksud untuk mengingatkan kita semua, seluruh warga Nanga Mbaur, terkhusus generasi muda yang merupakan estafet kepemimpinan Nanga Mbaur di masa depan agar menyudahi pola lama politik kebencian. Generasi muda Nanga Mbaur harus lebih berani menyatakan sikap untuk bersatu dalam rasa persaudaraan. Kita harus memutuskan rantai politik kebencian yang diwariskan turun temurun itu.
Kita semua tentunya punya mimpi yang sama untuk kemajuan Nanga Mbaur, sebuah mimpi dimana Nanga Mbaur menjadi desa yang tentram, sejahtera dan adil-makmur. Untuk mencapai itu semua tidak ada jalan lain selain jalan persatuan. Kita perlu secara sadar untuk berkerja sama, gotong-royong, kolaboratif dalam mewujudkan mimpi-mimpi itu.
Karena itu menuju Nanga Mbaur kolaboratif (gotong-royong) kita harus bertanggung jawab memastikan kehidupan sosial-politik kita yang santun dan penuh rasa persaudaraan. Berikut adalah jalan menuju Nanga Mbaur kolaboratif tersebut;
1. Perlunya pendidikan politik yang baik.
Ini tentu menjadi tugas kita bersama untuk saling mengingatkan bahwa politik sejatihnya adalah kesempatan untuk mengabdi kepada kemanusiaan dan tanah air. Dalam bahasa yang paling sederhana adalah politik adalah menghargai manusia dan menjaga hubungan baik dengan lingkungan sekitar. Sehingga di setiap pilkades tidak ada lagi politik uang dan fitnah untuk menjatuhkan harkat dan martabat orang lain. Semua merayakan pesta demokrasi tersebut dengan penuh kegembiraan dan rasa persaudaran.
2. Pemimpin berkerja sama dengan masyarakat untuk menciptakan kehidupan sosial yang hangat dan penuh cinta kasih. Dalam hal ini, kita sadar betul bahwa prinsip kerja sama antara pemimpin dan masyarakat hanya dapat kita wujudkan dari proses pendidikan politik yang baik.
Pemimpin adalah representasi bersama masyarakatnya. Sehingga, tidak ada lagi ceritanya, klaim bahwa yang menjadi pemimpin adalah milik salah satu keluarga atau kelompok saja. Dalam prinsip Nanga Mbaur kolaboratif seorang pemimpin adalah milik bersama seluruh masyarakatnya.
3. Memberdayakan generasi muda dengan memberi ruang untuk berkarya. Generasi muda adalah elemen terpenting yang menentukan maju atau mundurnya suatu daerah. Memberdayakan mereka sama dengan mempersiapkan masa depan untuk daerah kita. Baik pemimpin atau pun masyarakat sudah saatnya memberi ruang bagi kreatifitas generasi muda untuk memajukan desanya. Generasi muda tidak lagi dianggap sebagai kelompok yang minim pengalaman dan tidak berkompeten.
Tiga jalan menuju Nanga Mbaur kolaboratif ini rasa-rasanya masih kurang. Sehingga perlu didiskusikan bersama seluruh elemen Nanga Mbaur untuk menambah perspektif kita dalam menyongsong era persatuan dan persaudaraan yang kokoh melampaui ego pribadi, kelompok & sektoral.
"Yang menyatukan kita adalah cita-cita, yang meceraiberaikan kita adalah ego kuasa."
-Pemuda Nanga Mbaur
Komentar
Posting Komentar